Jumat, 30 Januari 2015

naskah monolog - Gedebug







Naskah monolog
gedebug
sebuah karya dari
Bina Margantara
bina_margantara@yahoo.com





DI PANGGUNG NAMPAK SEORANG YANG SEDANG DIPASUNG MENYERUPAI SALIB (SALIB TERSEBUT BERADA DI DALAM SEBUAH LINGKARAN) DENGAN HANYA KEPALA YANG DISOROTI LAMPU. TATAPAN TAJAM, MENGAMATI SEKELILING.

BACKROUND SEBUAH JAM DINDING BESAR MENUNJUKKAN JAM 12 TEPAT

TIBA-TIBA MENGERANG…

SAMBIL BERUSAHA MELEPASKAN PASUNGAN TERSEBUT, MAKA LEPASLAH IA.
KEMUDIAN  MEREGANGKAN OTOT-OTOTNYA, DAN MENCARI-CARI SESUATU, TERNYATA YANG DICARI ADALAH AIR

Eeeuuk..eeuuk.. (DIA PUN BERSENDAWA)
Air yang sejuk bagi jiwa-jiwa yang bebas, hahaha..taiklah..apa dengan mengikatku bisa memasungkan pikiran juga hah? Bodoh!! Di sini tempat yang sungguh tidak terlalu asyik, asing, banyak orang-orang aneh, omongannya juga ngawur, ngelantur. Sudah berlumut juga dinding di sini oleh obrolan mereka.

Oh ya, di sini juga serba putih-putih. Baju putih, celana putih, dinding putih (SAMBIL MENUNJUK), sampai bapak kepala sini rambutnya juga sudah putih, seperti kucing yang sering  ia bawa. Kadang aku pun bingung, mana yang kepala mana yang kucing. Hahahaha…

Baiklah, sekarang sudah jam 12 tepat. Waktunya istirahat alias jam makan kata orang kantoran. Setuju? Tapi istilah itu mencokol terus dalam benakku, waktu istirahat atau istirahat waktu? Waktu makan atawa makan waktu? Yang terakhir ini memang aneh, kalau makan waktu, terus menuangkan waktunya kapan? Ahh, sungguh edan!! Kantoran edan.

Aku sesungguhnya betah di sini, itu..itu..

(MENUNJUK KE MENAKIN YANG DIDANDAN, SAMBIL MEYAKINKAN PADA PENONTON)

Itulah alasan mengapa aku betah disini. Wanita-wanita cantik dengan kopiah putih. Alamak, sedap nian. Terus melirik dan main mata dengaku, walau dari jauh. Tapi, dia selalu kosong, mengiba-iba ingin dibebaskan. Dan juga sudah aku bilang, lebih baik seperti aku saja. Bebas, mau jingkrak-jingkarak, guling-guling, merangkak, telungkup, ngangkang,enakmu dewe! Tak ada yang larang, tapi dia tak mau. Ya sudahlah.

Jam 12, berarti..
(MELIHAT JAM LALU BERPIKIR)

Menemukan jawaban dari ribuan pertanyaan yang cuma kuambil satu saja, cukuplah. Pertanyaannya seperti ini? Bagaimana tiba-tiba, para ibu melahirkan bayi-bayi yang sudah gila? Dalam arti kata, bayi yang gila sejak lahir. Aku percaya sih, mereka akan membawa perubahan. Aku yakin. Atau…bayi-bayi normal, tapi yang melahirkan adalah para ibu gila, ataunya lagi, bayi normal, ibu-ibu normal, yang punya sperma orang-orang gila…hahahaha!
Pasti ini adalah temuan yang mutakhir, yang hanya aku saja yang punya ide.

Pertanyaan ini dulu muncul dari observasi tak tersengaja. Ceritanya seperti ini : entah kenapa pada suatu malam yang cerah, aku tak bisa tidur. Aku coba duduk, berbaring, dan melakukan itu berkali-kali. Tapi tetap saja segar, tak mau pejam barang sejenak. Lalu, kuputuskan saja untuk mencari angin di luar, walau ada pemberontak-pemberontak kecil dalam diriku untuk mencegah perjalanan malam. (SAMBIL LIHAT KIRI-KANAN) ini rahasia ya? Akan aku kasih tahu rahasia diriku, aku takut gelap (MENGATAKANNYA DENGAN BERBISIK) awas!!! Jangan kasih tahu teman-teman kamar sebelah. Malu aku kalau mereka sampai tahu. Jadi, malam itu aku berjalan-jalan sepanjang koridor, niatnya mau menemui si Mimin, seorang perempuan yang nyasar ke sini, karena stres, seketika bapaknya naik pamor dan terberita di mana-mana, di koran-koran bungkus teri, koran gorengan, Koran yang mau didaur ulang, pokoknya segala macam koran lah, di radio juga ada, sampai gossip pagi pun ada. Ya, maklumlah…koruptor kelas ikan padang, jadi makmum pada ritual korupsi jama’ah.

Kulihat jam dinding, ah, masih jam 12 tepat

Tapi tak seperti biasanya, kamar Mimin kok cahayanya remang-remang, biasanya terang. Lalu aku mengendap-ngendap, mengintip dari kaca jendela. Melihat pemandangan di dalam, dadaku sesak, mataku melotot. Ternyata ada 5 orang berbaju putih-putih tanpa celana, sedang..sedang..sedang, aaahh, maksudku sedang menindih dan main kuda-kudaan secara bergantian dengan si Mimin. Kulihat Mimin tak berdaya,ternyata salah satu dari mereka adalah bapak yang kepalanya putih mirip kucing seperti yang kuceritakan tadi.

Aku ketakutan dan lari ke kamar, kukunci pintu, takut kejadian tindih-menindih jatuh giliran padaku. Kejadian tadi tepat jam 12, aku paksakan untuk mengingat, agar tidak lupa bahwa kejadianya tepat jam 12.
Aku bingung, maka kutuliskan saja : si Mimin ditindih oleh 5 orang, salah satunya bapak berambut putih, baju mereka putih, tanpa celana putih, tepat jam 12 saat itu.

Paginya, aku berpikir keras, seperti apa rupa bayi si Mimin, apakah kepalanya berbulu kucing, atau dia juga lahir gila seperti Mimin, atau berbaju putih tanpa celana putih, atau semacam apa?

Hari-hari berikutnya aku hanya diam saja tentang kejadian itu.

(SAMBIL BERCERMIN)

Seperti yang terlihat, aku sebenarnya tidak gila. Aku bergelar sarjana dari insitut terkemuka di negeri ini. Aku masih muda, masih percaya Tuhan, dan dulunya aku mapan lho. Yah, ternyata gelar akademik juga tidak menjamin. Percayalah! Aku pun tahu ini rumah sakit jiwa. Hah, biarlah.

Aku cuma disangka gila oleh orang-orang di sini dan di luar sana juga. Tapi, apakah salah jika aku membebaskan jiwa yang terkekang oleh jasad. Aku seorang pembebas, telah kubebaskan juga otaknya yang kotor. Kadang lidah mereka terlalu panjang, sehingga untuk menjilat es krim dan lollipop saja susah. Aku disuruh gini, mesti gitu,…gini-gitu,gini-gitu,gini-gitu…gundul mbahmu. Memangnya aku ga punya setir apa? Bapakku memang gundul, maka kuletakkan saja pisau yang telah kuasah berkali hingga kilat di jantungnya, habis perkara.

Aku bukan pembunuh, akulah si pembebas itu sendiri. Telah kupersiapkan waktunya untuk mati, itu merupakan jasa terbesar yang kuperbuat Bapak! Untuk ibu juga, yang telah kau biarkan ia duduk di tepi pantai menatap matahari terbenam berharap bebas. Kebebasan itu sendiri, kosong melompong di dalam mata ibu, yang memantul ke langit, mengembara ke laut lepas. Padahal laut itu sungguh  bukan laut sama sekali. Ia telah menjadi lukisan, semacam lukisan kabut dan cakrawala itu menjadi kabut yang jauh, yang kelabu, yang melenyapkan bayang-bayang…

Betapa indah kematian dengan persiapannya dan kegagahannya juga

(MENATAP KE JAM DINDING, BERPIKIR SEJENAK DAN MENGHELA NAFAS PANJANG)

Ah, masih jam 12 tepat, tak lewat sedetik pun
Kenapa aku mesti mikir, bukankah pikiran telah lama pamit dari kepalaku ini, pikiran yang memusingkan. Sering aku lelah dengan diriku sendiri. Baiknya aku gila beneran, dan setiap hari aku berdoa kepada Tuhan agar betul-betul gila.

Doaku : Tuhan, jadikanlah aku gila, agar bebas dari pikiran sehat yang menjerumuskan aku ke dalam kejahatan. Jadikanlah aku gila agar hidupku menjadi suci murni dan jauh dari kebusukan. Kabulkanlah permintaanku ya Tuhan, agar kiranya kau kuburkan aku dalam kegilaan abadi. Jadikanlah aku manusia gila segila-gilanya manusia yang pernah ada. Hancurkanlah penalaranku, kacaukanlah jiwaku, berkatilah aku dengan kegilaan yang membebaskan aku dari keserbawajaran dunia yang muak.

Benarkah aku membunuh bapakku? Kalau ditelisik dengan teliti, barangkali akan terbukti juga aku tidak pernah membunuh bapakku. Lebih tepat dikatakan, bapakku telah  membuat aku membunuhnya. Bapakku sengaja membuat aku membunuhnya, supaya ia tidak susah bunuh diri. Berarti ia yang menuntun tanganku ini agar ia cepat sampai ke alam baka. Aku hanya memenuhi permintaanya.

Sebenarnya juga, aku masih sadar dan tahu betul kalau aku belum terlalu gila sebenarnya. Apa bedanya pura-pura gila dengan sebenar-benar gila? Atau yang gila dengan yang waras? Apakah perbedaan itu penting.

Penting bila dianggap penting, penting atas kepentingan siapa, seberapa penting bila penting, penting dipentingkan, perpentingan, dipentingi, penting tidak penting, penting harus penting, penting…tak penting…penting…tak penting…penting…tak penting! Pilih sendirilah.

Tidak begitu penting apakah ada itu ada atau tidak ada.


Ada
Ketiadaan
Menjadi…

Jam 12 tepat.

Aku masih ingat, ketika aku duduk-duduk di belakang kamar pengap ini, mengahadap ke laut. Dari jam 12 sampai jam 12. Entah siapa, ada dua orang duduk berduaan di bangku sebelah. Karena aku sendiri, maka kumencuri dengar percakapan mereka. Mungkin mereka adalah pasangan tua. Bukan, mereka bukan suami-istri tua, mereka adalah duda dan janda, duda kira-kira berumur 90, janda berumur 80 tahun. Aku juga menyangka mereka sama seperti aku, toh buktinya mereka ada di sini.

Pembicaraan mereka seperti ini
“Aku heran, kenapa kau belum mati juga” Tanya si duda
“Memangnya kenapa?” Balas si janda “Tapi sebentar lagi aku akan mati”
“Ah, mana bisa. Aku kan lebih tua dari kau!”
“Tidak, aku harusnya duluan. Lelaki bisa lebih bertahan daripada wanita”
“Teori macam apa itu, pokoknya aku duluan!”
“Tapi aku suka kematian” Jawab si janda
“Aku juga”

Mereka diam sejenak
“Tapi aku tidak bisa hidup tanpamu” si janda memulai percakapan lagi
“Harus bisa.”
“Kenapa?”
“Harus ya harus”
“Pasti aku selalu merindukanmu!”
“Terserah”
“Kau kok gitu sih?”
“Kau jutek”
“Kau juga”

“Biru” kata si duda
“Biru” balas si janda
“Membayang, mengawasi”
“Siapa?” si janda merangkul lengan duda dengan sangat ketakutan
“Hahahahahah… Kau lucu!”
“Ya, kau kira kematian itu lucu, hah?”
“Mati dalam kegembiraan apa salahnya, yang penting aku mencintai kau hingga saat nanti”
“Ah, gombal. Biarlah, aku juga mencintai kau”
“Kau wanita tua”
“Kau lelaki lapuk”
“Kau keriput”
“Kau mengkerut”

Keduanya tertawa menikmati matahari jam 12 saat itu,

Semuanya membuatku bingung .

(SAMBIL GELENG KEPALA, LALU MOVING MENDEKATI MENAKIN SUSTER)

Pokoknya aku tak mau lagi dipasung, sinting! Kalau tidak, aku goda kau sampai kewarasanku mampir…

Oh… hampir lupa!
Mumpung sekarang jam 12, aku akan meninggalkan pesan buat teman-temanku : enak jadi orang gila apalagi dianggap gila, daripada waras tapi ketahuan gila.

Gedebag..gedebug..gedebag..gedebug!!!
Tralala..trilili..tralala..trilili..

(LAMPU PERLAHAN-LAHAN REDUP, DAN MATI)


PEMENTASAN USAI

Padang-M.Bungo, …Juni-Juli 2011

naskah monolog - Markus



MARKUS
(Monolog)



Karya
Zohry Junedi







_____________________________________________

Catatan publisher BandarNaskah.blogspot.com:
Mementaskan naskah ini harap menghubungi penulis untuk sekedar pemberitahuan.
Penulis: Zohry Junedi
Facebook:
http://www.facebook.com/profile.php?id=1704112218
HP: 0
81229091987

MARKUS (Monolog Script)

(Sajana Muda ; Iwan Fals Mode On)
(berpakaian kemeja setengah rapi, saat terlintas kerut diwajahnya tergambar lelaki paruh baya itu sepertinya sedang stress)
Ohhh Tuhan!!! Kemana lagi saya harus melangkah, saya lelah… telah sekian hari saya mondar mandir mencari pekerjaan tapi tak ada perusahaan yang mau menghargai ijazah-saya, jangankan untuk menjadi seorang eksekutif muda jadi seorang kuli bangunan sajah saya ditolak mentah-mentah, alasan mereka sederhana sekali ‘….anak muda tampangmu tidak mengizinkan untuk menjadi seorang kuli kau akan merepotkan dirimu sajah…..’, tapi ketika lamaran kumasukkan ke perusahaan , mereka justru menjawab sebaliknya ‘….anak muda lebih baik  kamu jadi kuli sebab tampangmu tidak lulus akreditasi….’ . . . Sial mereka justru mengolok-olok saya!!!
(terdengar suara dentang denting besi…!!!!)
Lantas saya mau jadi apa?? Apa harus jadi Germo?? Akhhhh rasanya jawabannya akan sama saja dengan mereka ‘…anak muda tampangmu itu masih baby face mana ada perawan yang bakalan naksir kamu….‘  lho terus bwt apa saya sekolah tinggi-tinggi sampai gelar Sarjana Hukum ini menempel di belakang namaku, kalau pun harus jadi germo!! ternyata gelar ini justru merepotkanku sajah lebih baik saya tidak perlu sekolah jauh jauh meninggalkan kampoeng halaman , kalau tau dari dulu saja saya mengerjakan sawah milik pa’e dan bu’e , sekarang sawah dan ladang telah habis dijual untuk membiayai sekolahku, hufhhh nasib nasib….!!!!
Nama saya Marjuki lengkapnya Marjuki Kusdianto’ dengan sedikit penekanan di O’ , membuktikan bahwa saya berdarah jawa,(heee….) disapa akrab Juki atau teman2 didesa memanggil saya kus, Saya berangkat dari keluarga kecil tapi dengan cita2 besar, biaya sekolah dari SD hingga SMU mungkin bisa jadi hampir separohnya dari hasil jerih payah saya sendiri, pagi hingga siang saya sekolah , sorenya sehabis makan dan sholat saya bekerja di Gudang pengepakan sayur sayuran, semuanya saya lakukan karena saya ingin maju, melebihi kedua orang tua saya, saya ingin membahagiakan mereka seperti orang-orang lain, memberikan mereka rumah, membiarkan mereka istirahat dengan nyaman, dan menaikkan mereka haji, amien…. Seusai tamat bangku smu, saya sadar ternyata saya hanyalah keluarga miskin dan tidak pantas melanjutkan sekolah terlalu tinggi, huftt….akhirnya saya berpikir kembali untuk mengurungkan niat saya melanjutkan kuliah sebab jelas tuntutan biaya kuliah sangat mahal, belum lagi 12 orang adik saya masih kecil-kecil, mereka butuh biaya juga….!!! Tapi nasib berkata lain, tanpa sepengetahuan saya orang tua saya nekat menjual hampir separoh sawahnya dan beberapa ekor kerbau, hanya untuk menyekolahkan saya, saat itulah saya benar2 berjanji untuk serius dalam kuliah. (Dengan mata yang telah berawan gelap,tapi penuh mimpi!!!)
Saya dikuliahkan di fakultas hukum ternama di Universitas BBB alias Universitas Bukan Bintang Biasa, saya tumbuh menjadi mahasiswa yang begitu idealis, setiap ada kebijaksanaan yang dirasakan bertentangan dengan suara hati mahasiswa, mungkin saya adalah pelopor yang menentang pihak fakultas ataupun rektorat, ’…saudara-saudara mahasiswa!!!!...’ teriak saya lantang!!! ‘…..Pihak fakultas baru saja mengeluarkan kebijaksanaan sangat merugikan mahasiswa, merugikan kita semua, oleh sebab itu kawan2 semua mari sama2 kita bulatkan tekad satukan hati untuk menentang keputusan dekan sebab keputusan tersebut sama sekali tidak berdasar dan sangat merugikan mahasiswa, Setuju kawan2!!...’ spontan  seluruh demonstran menyambut teriakan ‘…Setuju!!!...’ , ‘…. Kami tidak akan membubarkan diri sebelum tuntutan kami dikabulkan, satu komando satuu aksi!!!…’  seingat saya waktu itu matahari semakin terik, yang terus saja membakar emosi yang semakin kian memuncak karena perwakilan pimpinan belum juga keluar untuk memberi penjelasan, karena sepertinya tidak ada itikad baik dari pihak fakultas akhirnya emosi massa yang sudah pada posisi klimaks mendadak pecah… dipicu lagi salah satu mahasiswa mengaku dipukuli oleh satpam!!! Seperti tanpa aba-aba kami semua mulai brutal, dengan masa yang hampir mencapai 500san orang, kami semua menembus gedung, aparat yang menghadang kami serbu, kami pukul, barang2  administrasi kami hancurkan , semua pora-poranda . . . kondisi ruangan tak terkondisikan lagi, semua ba bi bu . . . beruntung ketika itu perwakilan pimpinan fakultas akhirnya keluar dibarengi beberapa orang dosen yang kelihatannya sudah begitu ketakutan, kelihatan dari wajahnya sepertinya mereka merasa terancam, pelan-pelan dengan nada sedikit gemetar “…saudara-saudara mahasiswa sekalian harap tenang, kami berjanji akan meninjau segala keputusan yang telah kami keluarkan, sekarang kami mohon kepada semuanya untuk membubarkan diri” huahaa… ketawaku dalam hati saat melihat jelas keringat dingin sebesar biji jagung para dosen tersebut. hmm, rasanya tak perlu saya sebutkan berapa banyak demonstrasi dan aksi lainnya yang kami lakukan untuk menentang segala peraturan yang dirasakan bertentangan dengan hati nurani rakyat terutama mahasiswa.
(terdengar suara dentang denting besi kembali, marjuki mulai berang!!!)
Saya juga aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa atau sebut saja BEM, atau bukan saja aktif malah kemudian saya terpilih menjadi Presiden Mahasiswa dan setiap ketika saya berdiri didepan mimbar , tidak ada seorangpun yang sempat berbicara semua mata tertuju hanya pada saya, orang2 bilang saya seperti macan mimbar soekarno: mata saya nanar, emosi saya bak lahar panas yang meletusS-letus, tubuh saya tegak layak jenderal bintang lima, suara saya lantang memecah ruangan, semangadh saya berkobar berapi-api ‘…saudara-saudara mahasiswa semuanya, sekarang tidak ada lagi namanya penindasan dari dosen terhadap mahasiswa, tidak ada lagi kecurangan dalam dunia kampus, mari sama2 kita bersihkan birokrasi kita, hapus pungutan-pungutan liar bahkan kalau perlu seret mereka ke meja hijau bila terbukti atau gantung mereka biar dimayatnya kita tuliskan Bajingan Kampus!!! tidak ada lagi biaya SPP setiap tahun naik, pendidikan macam apa ini yang membiarkan berjuta2 anak putus sekolah karena biaya pendidikan mahal, Hidup mahasiswa!!! Hidup mahasiswa…!!!....’ sekejap ruang tenang pecah oleh gegap gempita reramai tepuk tangan undangan. Maka lama kelamaan nama saya mulai dikenal dikalangan pejabat teras universitas, tak banyak pejabat yang ternyata suka dengan muncung besar saya, tapi juga tidak sedikit dosen atau pejabat yang memuji keidealisan seorang mahasiswa seperti saya. akhirnya saya tidak mengecewakan kedua orang tua saya didesa, tidak berlama-lama tepat genap 6 tahun akhirnya saya terpaksa diluluskan dengan IPK ya standartlah,(ehehee…) .
Nama saya begitu dipuja dan disebut sebut di tiap sudut desa ketika saya telah berhasil meraih gelar sarjana, sarjana hukum impian saya dan juga mimpi orang tua saya!!! ‘…..Uyyy, saudara/I anak’e pak midun dah suksesss, uyy si marjuki udah jadi orang kayaa, HIduPp jukii…’ teriak orang2 kampung hamppir disetiap sudut desa.
Akhhhh…. Tapi itu kisah masa lalu tentang kejayaan yang tak akan mungkin kembali, sekarang saya hanyalah seorang pengangguran sial dan hari ini tepat 1 tahun setelah kelulusanku dan tepat 1 tahun saya menjadi pengangguran sial!!! Cita2ku untuk menjadi seorang jaksa atau hakim rasanya cukup kubawa sampai saat itu sajah, tapi saat itu ditengah kebimbangan, sayup sayup muncul seorang yang sepertinya saya kenal, beliau membawa sebuah kabar yang sempat menghentikan denyut jantung saya, ohhh ya ya ternyata dia teman satu angkatan yang dulu sama2 berjuang menegakkan idealisme kampus, dengan Bangga dia menyambut genggaman saya sehangat salam mahasiswa seperti dulu ‘…Selamat sob, akhirnya cita2 kamu tercapai, saudara lulus seleksi calon hakim!!!....’  saya masih dalam keadaan setengah percaya setengah tidak, saya hanya tak mampu berbicara banyak saat itu. Saya jadi hakimmmm, “….saya jadi hakimm…!!” sontak meledak gembira yang meluapP dalam diri saya “...saya jadi hakimmm... pa’ee…bu’eee Juki jadi hakimmm…!!!!” Akhirnya saya harus percaya jika kita punya semangadh yang besar dan tak lelah berjuang, apapun cita2 pasti tercapai.
Belum cukup 5 tahun saya telah menjadi hakim terkenal, dengan keidealisan yang sama seperti waktu saya jadi mahasiswa dulu. Setiap kasus-kasus saya putuskan dengan berdasarkan keadilan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa!!!.
Hingga pada suatu malam yang bagi saya terlalu kelam untuk dijadikan malam, saya ingat betul malam itu tepat pukul 12 lewat 10  menit hape saya berdering, saya ditelpon oleh seorang yang sama sekali tidak saya kenal, dia meminta saya untuk memenangkan persidangan lusa mendatang, jelas waktu itu saya semprot habis-habisan ‘…Setan kamu, kamu pikir saya siapa seenaknya mau suap saya,jangan samakan saya dengan hakim2 lain, dengar siapapun anda saya tidak akan tergoda, saya hanya memutuskan berdasarkan bukti dan hati nurani bukan berdasarkan uang kamu Iblis!!!...’ sebelum saya semprot habis-habisan penelepon yang entah siapa itu sempat mengatakan bahwa uang jaminan perkara sudah mereka kirimkan lewat rekening atas nama saya. sehabis telpon itu kututup saya tidak bisa tidur lagi, entahlah kalimatnya selalu terbayang bayang ”…rekening atas nama anda……rekening atas nama anda.. rekening atas nama anda…!!!” Akhhh persetan pikirku dalam hati, saya terus berusaha melupakan apa yang terjadi barusan, tapi tetap saja malam itu terlanjur membuat jantungku pecah, hingga menjelang pagi saya tetap tidak bisa tidur, seharian pekerjaanku semuanya berantakan, belum lagi kawan2 sekantor yang tak tentu salah apa, semuanya jadi lampiasan emosiku . . . untuk menenangkan alur pikirku, ku coba untuk berjalan2 sejenak keluar kantor sambil menghirup udara segar, tapi pilihanku salah, rasa penasaranku semakin menjadi saat tiba2 tanpa sengaja saya melintasi sebuah bank, seperti terhipnotis saya dibawa menuju kesebuah atm, pelan2 saya memasukkan kode pin tiga, dua, enam, tujuh, lima… saya setengah percaya jumlah angka nol yang muncul di layar atm kok banyak sekali, pelan pelan saya hitung dengan seksama “..nolllllll… nnnnoooool… nnnnnnolllll… nnnnolll… nooollll… nnol… nnnol… noool… nolll…” sekejap sekujur tubuhku gemetaran, pandanganku kelam, nafasku kejar2an dengan denyut jantung . . . masih dalam kondisi setengah sadar kuhitung ulang jumlah nol tepat dibelakang angka 2, satu . . . dua . . . tiga . . . empat . . . lima . . . enam . . . tujuh . . . delapan . . . sembilan . . . ha 2 Milyar??? Langsung kuterduduk tanpa banyak kata . . . 2 Milyarrrr . . . 2 milyarrr milyarrr . . . seperti sudah didepan mata sebuah rumah mewah memanggil manggil nama saya marjuki . . . juki . . . juki . . . terlebih lagi senyum bangga kedua orang tua saya berselempangkan peci dan kerudung haji dari mekkah . . .
(kembali terdengar suara dentang denting besi, menyadarkan juki dari lamunannya)
saya langsung pulang dengan langkah cepat tak tentu, pulang langsung duduk menuju ruang kerja saya dan merubah semua putusan pengadilan untuk memenangkan uang 2 milyar, akhhh persetan dengan keadilan , keadilan tak memberiku kebahagiaan tapi 2 milyar ini mampu mengantarku pada jalan pintas menuju mimpi-mimpi yang telah lama kunanti.
Mungkin bukan sekali dua kali aku menggadaikan keidealisan mahasiswa yang selalu kubangga banggakan seperti dulu, keadilan telah kugadaikan oleh sejumlah uang “. . . marr . . . mar . . . mar . .. kussss . . . kus . .. kus…”  begitu rayuan nakal segelimang harta tersenyum memanggilku, “….marrr . . . kusss . . .” dan akhirnya terkenallah saya dengan sebutan markus yang sebenarnya marjuki kusdianto tapi dipelesetkan menjadi ‘Makelar Kasus’ huahahaaa…..
(terdengar suara pukulan besi, kali ini lebih nyaring dan lebih ganass!!!!)
Ia… ia… ia…. Saya tidur, dasar sipir penjara Goblok!!!!
(kemudian melentangkan tubuhnya seperti hendak tidur, dengan posisi membelakangi penonton: terlihatlah di belakang baju bertuliskan: TAHANAN LP CIPINANG) 

Bengkulu, 23 Desember 2009
Zohri Junedi

naskah monolog - Kisah Rumah '45



MONOLOG

KISAH RUMAH ‘45



KARYA: YUSUF.KURNIAWAN






Catatan publisher BandarNaskah.blogspot.com:
Mementaskan naskah ini harap menghubungi penulis untuk sekedar pemberitahuan.
Yusuf Kurniawan
Hp : 085715052528
Email : capcusranger@yahoo.com







ADEGAN BISA DIMULAI DENGAN GERAKAN-GERAKAN TUBUH MATI TANPA RASA.
YA MUNGKIN TIDAK SELURUH TUBUH,HANYA BEBERAPA BAGIAN TUBUH SAJA.
DAN SAMBIL PEMAIN BERSIAP TAMPIL,ENTAH PEMAIN SEDANG MENGENAKAN KOSTUM APA.
ITU TERSERAH PADA SUTRADARA SAJA.
DAN KETIKA PEMAIN SUDAH SIAP,PENTAS SUDAH BISA DIMULAI,DENGAN PEMAIN GESTUR ATAU TIDAK. ITU JUGA TERSERAH PADA SUTRADARA.

saya sedang terburu-buru. Jadi mohon maaf apabila saya tidak terlihat rapih,seperti apa yang anda harapkan. Tetapi,saya tidak berani untuk pergi keluar.
Udaranya dingin,tapi kadang panas,awannya pun mendung,tapi kadang cerah,tanahnya pun gersang,tapi kadang tandus,manusianya galak-galak,tapi kadang baik.
Yasudahlah,mungkin nanti saja aku keluar dari sini,jika udara sudah pasti,tidak terkadang dingin,terkadang panas,dan jika awannya pun sudah pasti,mendung atau cerah,tanahnya juga,tidak tandus atau gersang,yang pasti saja,dan kalau manusianya sudah tertidur,karena manusia tidak bisa pasti,terkadang bisa galak,terkadang bisa pula baik.
Tetapi aku sudah bosan disini,hanya diam dan berharap semua terjadi.
Sudah lama aku saban hari seperti ini saja,bersiap-siap tetapi tidak berani untuk keluar.
Ya karena itu tadi,karena semua tidak ada yang pasti. Dan manusia itu tidak juga tertidur.
Hanya diam dan berharap semua terjadi,tetapi tidak pernah terjadi.
Sejak aku masih ditimang-timang oleh ibu,hingga kini aku sudah dewasa,tidak juga itu terjadi.
Atau mungkin,hingga nanti aku tua dan mati itu semua tidak akan kunjung terjadi.
Untung saja rumah ku ini dibangun dengan kuat,dengan tenaga yang penuh semangat.
Jadi aku cukup tenang apabila ada sesuatu datang tuk menyapa rumah ku.
Oh,iya. Menyapa disini maksutnya bukan bertamu atau bertemu kerabat,melainkan menyapa yang saya maksut adalah peristiwa yang menyeramkan.
Seperti contohnya badai,angin topan,atau bahkan banjir,ataupun yang lain.
Itu maksut ku dengan kata menyapa.

Waktu itu saya pernah mencoba untuk keluar dari sini. Tetapi saya sungguh ketakutan dan tidak percaya dengan apa yang saya rasakan ketika saya berada diluar sana.
Saya diabaiakn oleh manusia-manusia,seakan saya sedang tidak berada diluar. Lalu saya bertanya pada salah satu manusia diluar sana,saya bertanya “anda kenal siapa saya?” lalu saya sakit hati karena manusia itu menjawab “saya tidak kenal dengan anda!”. Tetapi saya tidak terlalu mendengarkan apa yang saya dengar itu,dan saya melanjutkan jalan menuju ke tujuan yang saya idamkan,tetapi baru beberapa langkah saya maju,ada satu manusia yang menghadang saya,lalu manusia itu bertanya “hei,apakah anda warga kampung sini?” ,saya menjawab “iya,saya warga kampung sini asli”. Manusia itu tidak percaya sepertinya,kalau saya adalah warga kampung asli,kemudian manusia itu bertanya,”dimana anda tinggal ?” saya menunjukan tempat tinggal saya pada manusia itu “itu,disana tempat tinggal saya,dirumah yang besar itu.” Setelah saya menunjukan rumah saya pada manusia itu,tapi kurang ajar,manusia itu justru tertawa.
Kemudian saya bertanya pada manusia itu “kenapa anda tertawa? Apa ada yang lucu dari kalimat ku tadi?”,dia menjawab “tidak,tidak ada yang lucu dari kalimat mu tadi. Hanya saja saya heran,mengapa rumah anda yang besar itu,hanya berisikan mikrofon? Dan kotor rumah anda itu. Agar tidak seperti dijelek-jelekan diluar.” Jika saya jujur,awalnya saya tidak mengerti apa yang dikatakan oleh manusia itu. Tetapi lambat laun waktu,saya mengerti juga,apa artinya yang dikatakan oleh manusia itu. Dia bukan menyindir saya,tetapi justru menasihati saya,agar mikrofon-mikrofon yang ada dirumah saya itu dibuang,dan munngkin digantikan oleh alat lainnya.

Bukan kah kini sudah jelas mengapa aku tidak mau lagi untuk keluar kesana. Ya karena itu tadi sebabnya. Aku sudah tidak lagi dikenal,sudah tidak lagi dihargai,bahkan dianggap tidak ada.
Padahal,dahulu kata orang tua saya,orang tua saya itu terkenal dikapung sini,karena ketampanan,kecantikan,kecerdasan,keunikan,dan semangat orang tua saya.
justru itu orang tua saya terkenal dikampung sini dahulu,dan juga orang tua saya memiliki rumah yang besar satu-satunya dikampung sini. Kemudian lambat laun secara disengaja atau tidak,orang tua saya membeli mikrofon-mikrofon itu,yang tidak dapat dikembalikan atau dijual pada orang lain. Lalu orang tua saya membuat saya dengan penuh hati-hati,karena saya akan jadi anak semata wayangnya yang diharapkan bisa merawat manusia-manusia yang ada dirumah ini. Tetapi saya mengaku,saya tidak bisa merawat mereka semua sendirian. Sekarang lihat saja,mereka lalu lalang disini mengabaikan saya yang sedang bercuap-cuap disini. Saya sudah muak ! mungkin manusia disini menganggap saya sudah mati,atau hanya sekedar mengabaikan saya saja. Tapi tetap saja saya muak ! biarkan saja manusia-manusia disini mengabaikan saya,saya jamin rumah ini akan roboh lalu hancur,jika mereka terus-menerus begitu ! karena saya adalah anak kandung dari orang tua saya,yang benar-benar dibuat dengan hati-hati ! sedangkan yang lain apa !? hanya adopsian belaka yang tidak tau diri,betapa dengan susah payahnya orang tua saya membuat saya pada waktu itu. Sebentar lagi badai akan datang seperti biasa,mencoba menghancurkan rumah ini. Dan seperti biasa juga,manusia-manusia disini hanya diam dan bergerak lalu lalang tidak jelas arah tujuan. Sedangkan saya ! repot kesana kemari,mondar mandir,karena pasti atap rumah ini ada yang bocor. Sial ! saya sendiri tidak akan mampu untuk menanggulangi bocornya rumah saya ini. Karena saya sedang mati suri .

Ya ! mohon maaf atas perkataan saya yang semakin tidak menentu itu,alangkah tidak sopannya saya bercuap-cuap seperti itu,sedangkan saya sendiri saja belum memperkenalkan siapa diri saya ini . hahahaha . oke,orangtua saya berkata,rumah ini dibangun pada tahun 1945,dan kata orangtua saya,nama saya pada akta kelahiran adalah pancasila. Salam kenal dari saya,dan semoga anda semua tidak melupakan saya,setelah perkenalan ini.



** pementasan pada naskah ini bisa berkembang pada setiap penggarapanya.
Yusuf Kurniawan
Hp : 085715052528
Email : capcusranger@yahoo.com